Wednesday 8 December 2010

It's Too Late..

Hey, ini tugas cerpen B.Indonesia gue hehe just sharing yaa :)

 

Suatu senja,
Aku bergegas pergi ke taman, entah hatiku seperti membawaku tuk kesana..“Bulan!” suara itu. Ah.. ternyata Awan. Ini sore, Awan pasti kesini.  Lagi, lagi, dan lagi. Sangat sulit untuk tidak tersenyum oleh pria itu. Lututku lemas untuk berlama - lama di hadapan Awan. Satu langkah berbalik, namun Awan memegang kedua bahuku.

“5 tahun aku rasa sudah cukup untuk memendamnya. Maaf kalau aku lancang dan terlambat untuk mengungkapkan bahwa aku cinta kamu dan kamu harus tahu itu!”

Sejenak semuanya seakan terhenti. Mataku tak berkedip. Degup jantungku seakan berhenti berdenyut. Keramaian seakan menjadi sepi begitu saja.
“Bulan?” Suara itu membuyarkan lamunanku.
“Kamu tidak apa - apa kan?”
“Ya? Oh tidak, aku tidak apa - apa.”
“Bagaimana?”
“Bagaimana apanya? Aku tak mengerti.”
“Bagaimana perasaanmu terhadapku?
Aku terdiam..
“Maaf, Awan. Mungkin tidak untuk saat ini..”
“Tapi..? Bukannya kau juga punya perasaan denganku? Lalu di mana letak kesabaran dan lagu - lagu kerinduan yang bersemi, purnama demi purnama yang kita lewati dengan keteguhan cinta setidaknya harus memberikan hasil yang melegakan. Dan agar semua tak hanya harapan kosong belaka ”

Mataku mulai berkaca - kaca.  Aku mendongak agar air mataku tidak jatuh tepat dihadapan Awan. Awan pun melangkah, pergi. Mungkin ia berusaha menerima keadaan. 

****

Pagi, mentari mulai menampakkan keanggunannnya. Cahayanya yang masih lembut, rumput – rumput yang hijau, dan ujung dedaunan pun masih terhiasi oleh tetesan air embun. Di atas sana, awan - awan bergumpal seperti gua - gua salju raksasa. Sungguh manis.. Tapi, tak semanis suasana hatiku. Aku hanya termenung dalam diam menatap cakrawala. Tak mengerti  apa yang ku rasakan sekarang.

“Kau terlalu egois!” sebuah suara menggema dari udara. “Kau telah menyakiti perasaannya. Kau terlalu naïf. Kau.. kau tak bisa membuat orang jatuh lalu seakan-seakan kau ingin menangkapnya, kau tidak bisa memakunya dalam pasungan! Lalu melepas seenaknya seakan kau tak bersalah.”

Aku menggeleng. “Tidak! Tidak.. Aku tak bermaksud seperti itu!”

Tak terasa air mata makin mengalir di kedua pelupuk mataku. Angin makin ribut. Auranya berubah, terasa kontras dengan hijau berdamping biru ini. Makin lama, angin terus melolong, desingannya berubah jadi tawa panjang yang menghina, melumatkan rasa ambisi menjadi sepi yang meranggas.

“Cinta tak pandang fisik. Cinta beriringan dengan jujuran akan isi hati.”

Tak lama ponselku berdering..“Awan kecelakaan?!” 

****

Sekarang penyesalan semakin menyesakkan. Awan berbaring dengan lilitan infus. Tubuhnya lemas. Matanya terpejam entah dimana jiwanya. Napasnya yang tersengal tertahan selang. Senyum kecilnya terpaut di bibirnya, mencoba kuat. Aku mendekati, meraih dan menggenggam tangan. 

“Aku sudah tahu dari awal. Aku juga menyimpan perasaan itu untukmu. Perasaan yang pupus karena keraguan tak kunjung terucap. Sampai aku sadar, bahwasannya aku juga cinta kamu, Awan.” 

Ternyata Awan tak bisa berlama - lama. “Jangan pergi..” Tangisanku semakin menderas, berharap Awan sempat mendengarkan kalimat - kalimat tanpa jawab itu. Hanya bisa..berharap.

****


Terik matahari membakar. Geliat ilalang dan desah angin.Tangkai-tangkai kemboja yang berserakan. Segunduk tanah dan batu nisan. Terbayang sosok Awan. Sosok yang menarik. Sosok yang aku cintai. Sosok yang sekarang tak bisa kumiliki. Sosok yang aku sia - siakan. Kini aku lesu. Hati geram, wajah muram. Mata kosong yang sembab. Sembari memegang selembar amplop merah. Dari Awan yang tahu warna kesukaanku. Kubuka lalu kubaca isinya..

Bulan-ku, tahukah kamu?
Jika aku memandang Bulan, aku kagum.
Ia bersinar di dalam kegelapan.
Seperti kamu, Bulan-ku..
Dan karena itu aku sadar
Aku adalah Awan yang tidak dapat menggapai kamu
Awan bisa jatuh ke Bumi menjadi hujan.
Jatuh dan sakit.
Sedangkan Bulan selalu ada di atas dan menyinari malam.
Lagipula aku terlihat jelas di pagi hari, di saat kamu tak ada.
Sekarang mau apalagi
Aku Awan, dan kamu Bulan.
Hanya bisa menatap
Dan selalu berharap
Cercahan cahayamu kutawan.
Andai saja aku adalah Bintang.
Ah, sudahlah
Tetap bersinar, Bulan-ku
Aku mau istirahat dulu :)
-Awan-


“Ketika hati mulai terbesit kesadaran, cinta telah pergi. Tapi hanya hatiku yang berujar. Aku tlah lama melukainya.” gumamku. 


“Walaupun awan hanya gumpalan air dilangit tapi, dengan menatapnya saja rasa takut, marah dan kesalku bisa hilang begitu saja. Aku terus menatap awan dari jendela kamarku. Awan temani aku selamanya..”